Selasa, 15 Januari 2013

Metode Difusi Cakram dan Metode Sumuran


a.      Metode Difusi Cakram
Cara yang mudah untuk menetapkan kerentanan organisme terhadap antibiotik adalah dengan menginokulasi pelat agar dengan biakan dan membiarkan antibiotik terdifusi ke media agar. Cakram yang telah mengandung antibiotik diletakkan di permukaan pelat agar yang mengandung organisme yang diuji. Pada jarak tertentu pada masing-masing cakram,antibiotik terdifusi sampai titik antibiotik tersebut tidak lagi menghambat pertumbuhan mikroba.Efektivitas antibiotik ditunjukkan oleh zona hambatan. Zona hambatan terlihat sebagai area jernih atau bersih mengelilingi cakram tempat zat dengan aktivitas antimikroba terdifusi. Diameter zona dapat diukur dengan penggaris dan hasil dari eksperimen ini merupakan satu antibiogram. Ukuran zona hambatan dapat dipengaruhi oleh kepadatan media biakan, kecepatan difusi antibiotik,konsentrasi antibiotik pada cakram filter,sensitivitas organisme terhadap antibiotik, dan interaksi antibiotik terhadap media.suatu zat yang mempunyai efek samping signifikan tidak boleh digunakan (Harmita dkk, 2008). Pada praktikum ini cakram antibiotik yang dipakai yaitu cakram chloramphenicol (30 µg), cakram ciprofloxacine (5 µg) dan cakram tetrasiklin (30 µg).
-          Cakram Chloramphenicol (30 µg)
Kelarutan chloramphenicol yaitu larut dalam lebih kurang 400 bagian air. Tingkat sensitivitas chloramphenicol adalah
Pada praktikum, diameter zona hambat yang dihasilkan cakram ini adalah 28 mm. ini berarti tingkat sensitivitasnya
-          Cakram Ciprofloxacine (5 µg)
Pada praktikum, diameter zona hambat yang dihasilkan cakram ini adalah 33 mm. ini berarti tingkat sensitivitasnya
-          Cakram Tetrasiklin (30 µg)
Pada suhu 28°C kelarutan tetrasiklin dalam air sebesar 1,7 mg/ml (Schunack et al., dalam Suryani, 2009). Tingkat sensitivitas tetrasiklin yaitu
Pada praktikum, diameter zona hambat yang dihasilkan oleh cakram ini adalah 31 mm. ini berarti tingkat sensitivitasnya
Selain dengan cakram antibiotik, pada praktikum juga dpakai cakram kosong yang kemudian ditetesi dengan minyak sebanyak 2 µL untuk menguji sensitivitasnya. Minyak yang digunakan tidak diencerkan sehingga kadarnya 100 %. Minyak tersebut yaitu :
-          Minyak Cengkeh
Daun cengkeh mengandung minyak atsiri yang komponen utamanya yaitu eugenol. Selain eugenol, juga mengandung berbagai bahan lainnya yang jumlahnya relatif sedikit, misalnya eugenol asetat, methil amil keton, kariofilen, furfurol, dan vanillin. Bahan-bahan tersebut hampir semuanya tergolong dalam golongan fenol yang pada dasarnya mempunyai sifat antibakteri (Kumala dan Indriani, 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak cengkeh dengan konsentrasi 1:1, 1:2 dan 1:3 mampu menghambat bakteri Gram Positif (B.cereus dan S.aureus) dan Gram Negatif (E.coli dan Shigella sp), daya hambat minyak cengkeh terhadap bakteri semakin besar dengan semakin tingginya konsentrasi (Taufik et al., tanpa tahun).
Pada praktikum, zona hambat yang dihasilkan oleh minyak ini adalah 15 mm.
-          Minyak Sereh
Komponen kimia dalam minyak sereh wangi cukup kompleks, namun komponen yang terpenting adalah sitronellal dan geraniol. Senyawa-senyawa tersebut memiliki aktivitas antibakteri, ditulis Suprianto (2008). Pada praktikum, zona hambat yang dihasilkan oleh minyak ini adalah 10 mm.
-          Minyak Mentha piperita
Dari penelitian yang dilakukan dengan berbagai bentuk dari peppermint (lautan, infuse, rebusan, jus dan minyak atsiri peppermint) dengan metode Standard Disk Diffusion didapatkan bahwa minyak atsiri dari peppermint memiliki aktivitas antibakteri yang tinggi terhadap 11 spesies bakteri gram negatif yang digunakan termasuk E. coli. Kandungan minyak ini didominasi oleh monoterpen terutama mentol, menton dan turunannya (misalnya isomenthone, neomenthol,acetylmenthol,pulegone). Minyak ini berfungsi sebagai antibakteri terutama mentol, ditulis : Saeed (2006). Zona hambat yang dihasilkan oleh minyak ini adalah 14 mm.
     Pengujian sensitivitas bahan alam seperti minyak dari tumbuhan ini digunakan hanya untuk menguji potensinya saja. Indu et al. (2006) menyatakan bahwa pada filter paper method, jika diameter zona hambat kurang dari 12 mm maka senyawa tersebut tidak memiliki aktivitas antibakteri (resisten) ; jika diameternya 12-16 mm, maka termasuk intermediet dan jika diameter zona hambatnya lebih dari 16 mm, maka senyawa tersebut termasuk sensitive. Dari hasil praktikum, minyak cengkeh dan Mentha piperita memiliki aktivitas antibakteri yang bersifat intermediet sedangkan minyak sereh dengan diameter zona hambat sebesar 10 mm digolongkan resisten. Namun berdasarkan sumber, minyak sereh mempunyai aktivitas antibakteri. Adanya ketidaksesuaian kemungkinan karena kurangnya jumlah minyak yang diteteskan pada cakram (pada percobaan yang dilakukan selain oleh kelompok kami, didapatkan diameter zona hambat sebesar 14 mm / intermediet).
  1. Metode Sumuran
Pada metode ini, sumuran dibuat pada agar dengan garis tengah sesuai dengan kebutuhan. Kemudian antibiotik atau zat yang diuji dimasukkan ke dalamnya. Pada praktikum, ke dalam sumuran dimasukkan ketiga minyak yang telah disebutkan di atas dan ekstrak jambu biji.
Zona hambat yang dihasilkan pada metode sumuran
-          Sumuran Minyak
Pada sumuran minyak, dimasukkan minyak cengkeh, sereh dan Mentha piperita sebanyak 50 µL untuk setiap sumuran dan kadar minyak adalah 100 % (tanpa pengenceran). Hasil yang didapatkan yaitu zona hambat yang dihasilkan ketiga minyak tidak bisa dihitung diameternya karena zona hambat minyak yang satu dengan lainnya saling begabung (lihat lampiran gambar 1.8). Ini dikarenakan kadar minyak yang tinggi sehingga daya hambatnya juga besar.
-          Sumuran Ekstrak Jambu Biji
Pada praktikum, ekstrak jambu yang digunakan adalah ekstrak jambu dengan kadar 0,025%, 0,05% dan 0,075%. Hasil yang didapatkan yaitu tidak ditemukannya zona hambatan pada medium (lihat lampiran gambar 1.7). Namun seharusnya, ekstrak jambu ini memiliki aktivitas antibakteri terhadap E. coli (Adnyana et al., 2004).  Berdasarkan penelitian, ditemukan bahwa, suatu ekstrak tidak akan menimbulkan aktivitas antibakteri jika konsentrasinya 10% ke bawah (Indu et al.,2006). Oleh karena itu, karena ekstrak yang dipakai pada waktu praktikum adalah di bawah 10%, jadi tidak memberikan efek.




 
                                                                                                                           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar